Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 43 ayat (1) mewajibkan
Rumah Sakit menerapkan standar keselamatan pasien.
Yang
dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety) adalah proses dalam
suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di
dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti
insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya
risiko.
Standar
keselamatan pasien tersebut menurut Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan melalui
pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
Yang
dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical
error), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris
terjadi (near miss).
Untuk
meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat
(1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
Komite
Nasional tersebut merupakan organisasi nonstruktural dan independen dibawah
koordinasi direktorat jenderal yang membidangi rumah sakit, serta bertanggung
jawab kepada Menteri.
Keanggotaan
Komite ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan atas usulan Direktur
Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Jumlahnya 11 orang yang terdiri dari unsur
Kementerian Kesehatan, asosiasi perumahsakitan dan pakar perumahsakitan.
Tugas
Komite adalah memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri Kesehatan
dalam rangka penyusunan kebijakan nasional dan peraturan keselamatan pasien Rumah
Sakit.
Rumah
Sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit wajib melaksanakan
program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
TUJUH
LANGKAH
Standar
keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat
(2) meliputi:
- Hak pasien;
- Mendidik pasien dan keluarga;
- Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
- Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;
- Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
- Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan
- Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Selanjutnya
Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah
Sakit untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi
tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:
- Ketepatan identifikasi pasien;
- Peningkatan komunikasi yang efektif;
- Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
- Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
- Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
- Pengurangan risiko pasien jatuh.
Dalam
rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan Menteri
Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:
- Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
- Memimpin dan mendukung staf;
- Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
- Mengembangkan sistem pelaporan;
- Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
- Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
- Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Melalui
penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien yang dijamin dalam Pasal
32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, terpenuhi. Hak
tersebut antara lain untuk memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedural operasional serta layanan yang
efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.
Asosiasi
perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan menurut Pasal 10 Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, wajib berperan serta
dalam persiapan penyelenggaraan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
RUMAH
SAKIT WAJIB MEMBENTUK TKPRS
Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 6 mewajibkan
setiap Rumah Sakit membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang
ditetapkan oleh Kepala Rumah Sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan
pasien.
TKPRS
bertanggung jawab kepada Kepala Rumah Sakit.
Keanggotaan
TKPRS terdiri dari manajemen Rumah Sakit dan unsur dari profesi kesehatan di
Rumah Sakit.
Tugas
TPKRS adalah :
- Mengembangkan program keselamatan pasien Rumah Sakit sesuai dengan kekhususan Rumah Sakit tersebut;
- Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien Rumah Sakit;
- Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program keselamatan pasien Rumah Sakit;
- Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan Rumah Sakit untuk melakukan pelatihan internal keselamatan pasien Rumah Sakit;
- Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran;
- Memberikan masukan dan pertimbangan kepada Kepala Rumah Sakit dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit;dan
- Membuat laporan kegiatan kepada Kepala Rumah Sakit.
PELAPORAN
INSIDEN, ANALISIS DAN SOLUSI
Sistem
pelaporan insiden menurut Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dilakukan di internal Rumah Sakit dan kepada
Komite Naional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Pada
ayat (2) ditentukan, pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC dan KTC, dilakukan setelah analisis dan
mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
Pelaporan
insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus dijamin
keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak mudah diakses
oleh yang tidak berhak.
Pelaporan
tersebut ditujukan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non
blaming).
Setiap
insiden menurut Pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu paling
lambat 2x 24 jam sesuai format laporan yang ditentukan.
TKPRS
melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang
dilaporkan.
TKPRS
melaporkan hasil kegiatannya kepada Kepala Rumah Sakit.
Rumah
Sakit menurut Pasal 13 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit harus melaporkan insiden,analisis,rekomendasi dan solusi Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit sesuai dengan format yang ditentukan.
Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan memberikan
umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan KTD secara nasional.
TINDAKAN
ADMINISTRATIF
Dalam
rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri Kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan
administratifkepada Rumah Sakit yang melanggar kewajiban untuk membentuk TKPRS,
menerapkan Standar Keselamatan Pasien, mengupayakan pemenuhan Sasaran
Keselamatan Pasien, dan pelaporan insiden.
Tindakan
administratifterhadap pelanggaran pemenuhan kewajiban Rumah Sakit sebagaimana
tersebut diatas, berupa:
- Teguran lisan;
- Teguran tertulis;atau
- Penundaan atau penangguhan perpanjangan izin operasional.
Menteri
Kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
secara berjenjang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan tersebut Menteri Kesehatan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengikutsertakan
asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan.
Kepala
Rumah Sakit secara berkala wajib melakukan pembinaan dan pengawasan kegiatan
keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh TKPRS.