KAJIAN KASUS
1.
KASUS MALPRAKTEK
Berikut ini adalah salah satu contoh kasus
nyata malpraktik yang dilakukan oleh bidan di daerah Jawa Timur berhubungan
dengan kesalahan bidan yang menolong persalinan sungsang dan tidak merujuk ke
fasilitas kesehatan yang berhak untuk menangani kasus tersebut. Inilah kisah
tragis bayi Nunuk Rahayu :
Proses persalinan ibu yang tinggal di Batu,
Malang ini sungguh tragis. Diduga karena kesalahan bidan, si bayi pun meninggal
dalam keadaan tragis. Kegagalan dalam proses melahirkan memang bisa terjadi
pada wanita mana saja. Bahkan yang paling buruk, si bayi meninggal juga bisa
saja terjadi. Namun, yang dialami oleh Nunuk Rahayu (39 tahun) ini memang
kelewat tragis. Ia melahirkan secara sungsang. Bidan yang menangani, diduga
melakukan kesalahan penanganan. Akibatnya, si bayi lahir dengan kondisi kepala
masih tertinggal di rahim.
Kejadian yang demikian tragis itu diceritakan
Wiji Muhaimin (40), suami Nunuk. Sore itu Selasa, Nunuk mengeluh perutnya sakit
sebagai tanda akan melahirkan. Ibu dua anak ini berharap kelahiran anak
ketiganya akan semakin melengkapi kebahagiaan rumah tangganya. Sang suami,
segera berkemas-kemas dan mengantarkan istrinya ke bidan Tutik Handayani, tak
jauh dari rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Batu, Malang, Jawa Timur.
Sesampai di tempat bersalin, sekitar jam
15.00, Nunuk langsung diperiksa bidan untuk mengetahui keadaan kesehatan si
bayi. “Menurut Bu Han (panggilan Tutik Handayani), kondisi anak saya dalam
keadaan sehat. Saya disuruh keluar karena persalinan akan dimulai,” kata Wiji
saat ditemui, Jumat (11/8).
Meski menunggui kelahiran anak ketiga, Wiji
tetap saja diliputi ketegangan. Apalagi, persalinan berlangsung cukup lama.
“Setiap pembantu Bu Han keluar ruang persalinan, saya selalu bertanya apakah
anak saya sudah lahir. Jawabannya selalu belum. Katanya, bayi saya susah
keluar. Istri saya mesti diberi suntikan obat perangsang sampai dua kali agar
jabang bayi segera keluar,” papar Wiji. Wiji sempat pulang sebentar untuk
menjalankan salat magrib. Usai salat, lelaki berkumis lebat ini kembali ke
bidan. Baru saja memasuki klinik bersalin, bidan Han ke luar dari ruang
persalinan dengan tergopoh-gopoh. Bidan yang sudah praktik sejak tahun 1972 itu
berteriak minta tolong kepadanya. “Pak, tolong bantu saya!” teriaknya kepada
Wiji.
Lelaki yang sehari-hari berjualan es dan
mainan anak-anak di sekolah-sekolah ini, tak mengerti maksud bidan. Wiji
mengikuti bidan Han masuk ruang persalinan. Mata Wiji langsung terbelalak
begitu melihat pemandangan yang begitu mencekam. Si jabang bayi memang sudah
keluar, namun kepala bayi masih berada di dalam rahim. Di tengah kepanikan,
bidan memintanya untuk menahan tubuh si bayi sedang kedua perawat bertugas
menekan perut ke bawah untuk membantu mengeluarkan kepala bayi. Kala itu,
kondisi istri Wiji antara sadar dan tidak. “Ia hanya bisa merintih kesakitan
saja,” imbuh Wiji.
Selanjutnya, bidan Tutik meminta Wiji menarik
tubuh bayi agar segera keluar dari rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia
hanya menahan tubuh bayi agar tak menggantung. “Saya tak tega menarik tubuh
anak saya. Apa jadinya kalau saya tarik kemudian sampai lepas. Yang saya
lakukan hanya terus istigfar,” tutur Wiji sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.
Kala itu, Wiji sudah tak sanggup membendung
air matanya. Ia paham, anak bungsunya sudah tak bernyawa lagi. Ia tahu karena
tubuh si bayi sudah lemas dan tak ada gerakan sama sekali. Sampai 15 menit
kemudian, tetap saja kepala bayi belum berhasil dikeluarkan. Wiji pun tak tega
melihat penderitaan istrinya. “Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han.”
Lalu, Wiji sambil berurai air mata mendekati
istrinya yang tengah kesakitan dan berjuang antara hidup dan mati. Sejurus
kemudian dia mendengar si bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat
mengeluh, “Aduh yok opo iki”. (aduh bagaimana ini). “Saya sudah tak berani
melihat bagaimana bidan menangani anak saya. Saya hanya menatap wajah istri
saya,” ujar Wiji.
Beberapa saat kemudian, selintas Wiji melihat
tubuh anaknya sudah diangkat dan ditempatkan di ranjang sebelah. Yang
mengerikan, kepala si jabang bayi belum juga berhasil dikeluarkan. “Saya tak
berani memandangi wajah anak saya. Pikiran saya sangat kalut,” urainya.
Dengan nada setengah berteriak lantaran panik,
bidan mengajak Wiji untuk membawa istrinya ke BKIA Islam Batu, untuk penanganan
lebih lanjut. Beruntung ada mobil pick up yang siap jalan. Setiba di sana,
istri Wiji segera ditangani. Dr. Sutrisno, SpOG, langsung melakukan tindakan
untuk mengeluarakan kepala si bayi dari rahim istrinya. “Baru setelah itu,
kepala disambung kembali dengan tubuh bayi,” urai Wiji.
Si jabang bayi segera dimakamkan. Wiji pun
memberi nama anaknya Ratna Ayu Manggali. “Nama itu memang permintaan istri saya
sejak mengandung. Makanya, saya tetap memberinya nama, meski dia tak sempat
hidup,” ujar Wiji.
Kepergian si jabang bayi mendatangkan duka
mendalam bagi Wiji. Lantas apa langkah Wiji? “Setelah melakukan rapat keluarga,
kami sepakat untuk melaporkan kasus ini ke polisi,” kata Wiji yang selama
wawancara ditemani Riyanto, sepupunya. Baik Wiji maupun Riyanto menyesalkan
tindakan sang bidan. Sebab, kalau keadaan bayi sungsang, seharusnya sejak awal
bidan merujuk ke dokter kandungan. “Waktu itu, Bu Han bilang sanggup menangani.
Makanya saya mempercayakan persalinan istri saya kepadanya,” papar Wiji.
Selain itu, Riyanto melihat ada upaya untuk
mengaburkan kasus ini dengan mengalihkan kesalahan kepada Wiji. “Misalnya saja
pada saat bidan kesulitan mengeluarkan kepala bayi, bidan berusaha memanggil
Wiji dan memintanya untuk menarik. “Untung saja Mas Wiji tidak mau melakukan.
Coba kalau ditarik beneran lalu putus, pasti yang disalahkan oleh Bu Han adalah
Mas Wiji,” urai Riyanto.
Lelaki yang sehari-hari sebagai takmir masjid
sekaligus tukang memandikan jenazah ini tak menampik bahwa bidan Han merupakan
bidan senior di Batu. Ia sudah menangani ribuan persalinan, termasuk dua anak
Wiji. “Namun dalam kasus ini, Bu Han tetap saja salah. Makanya saya tolak
ajakan damai meski banyak pihak meminta. Ini adalah persoalan hukum, mari
diselesaikan secara hukum,” tegas Riyanto.
Sementara Nunuk sendiri sepulang dari rumah
sakit masih tampak lemas dan syok. Ia sempat dirawat selama tiga hari. Para
tetangga sekitar berbondong-bondong memenuhi kamarnya yang sempit dan sangat
sederhana. Nunuk tak sanggup menceritakan saat-saat menegangkan dalam hidupnya.
“Saya tak ingat persis bagaimana bisa seperti itu. Waktu itu perasaan saya
antara sadar dan tidak karena sakitnya luar biasa,” ucapnya lirih.
KOMENTAR
Bidan
seharusnya dari awal tetap merujuk pasien dan memberi tahu pihak keluarga
tentang kondisi kehamilan ibu yang sebenarnya bahwa posisi janin letak
sungsang. Tetapi bidan tetap melakukan tindakan yang sebenarnya bukan wewenang
bidan.
JENIS KASUS
Kriminal malpraktek
kareana tidak sesuai dengan standar kebidanan.
PENYEBAB
Seorang bidan melalukan
malpraktek karena bidan melakukan tindakan yang bukan wewenangannya seperti
melakuakan pertolongan persalinan sungsang, dimana seharusnya persalianan
sungasang bukan wewenang bidan dan harus di rujuk.
UPAYA
Bidan tetap terkena sangsi
hukum atas tindakan yang telah dilakukan, agar bidan tersebut jera atas
perbuatannya.